Senin, 13 Juli 2015

Sudah Terlalu Pagi

Ini sudah pagi.
Sudah terlalu pagi.
Ayam-ayam yang biasanya bertugas memecah hening pagi dengan kokoknya pun sudah tidak terdengar lagi.
Karena ini sudah terlalu pagi.
Suara yang terdengar jadi berbeda.
Kendaraan. Klakson. Bunyi yang dihasilkan ketika pengemudi menambah laju kendaraannya. Wusss!
Kenapa? Karena sudah terlalu pagi.
Bagaimana denganku?
Apa yang aku lakukan di pagi ini?
Tampaknya hari ini pun masih sama dengan hari-hari kemarin.
Masih pagi yang santai. Hanya saja aku dalam keadaan bangun. Tidak tidur.
Itu yang buatnya berbeda. Takbiasa.
Kenapa? Karena ini sudah terlalu pagi.
Pagiku biasanya gelap.
Ya, karena aku memejamkan mata.
Atau orang-orang sering menyebutnya dengan.... tidur.
:)

Duri, 14 Juli 2015

Jumat, 06 September 2013

Ketakutan yang Sama pada Malam yang Berbeda

entah kenapa, akhir-akhir ini gue makin sering dan gampang banget mewek karena tiba-tiba keinget nyokap. yak, seperti yang terjadi malam ini. tiba-tiba dada gue sesak, nafas ga beraturan, dan kemudian nangis. lebih tepatnya ini semua mulai sering terjadi sejak bu As meninggal. gue jadi takut. gue jadi lebih sering keinget nyokap. gue coba buat gak terlalu mikirin karena ketakutan itu cepat atau lambat bakal datang. tapi tetep gak bisa. apalagi gue jauh dari nyokap.
mungkin ini salah satu cara Allah biar gue lebih sering lagi ngedoain keluarga gue dan lebih rajin lagi beribadah. mungkin gue buat salah, makanya Allah menegur gue dengan cara seperti ini. sebenarnya, untuk menulis tulisan ini aja gue takut. tapi gue selalu berpikir, dengan menulis gue setidaknya merasa sedikit lebih baik. setidaknya gue sudah melepaskan sedikit beban yang gue rasain. gue gak bisa nelpon nyokap sekarang dan nanyain kabarnya karena gue tau jam segini nyokap gue pasti udah tidur. tapi gue pastikan, besok gue akan nelpon dia dan nanyain kabarnya. ya, gue akan melakukan itu, kalau perlu gue akan nelpon dia sekali sehari. gue gak peduli biasanya orangtua yang nelpon anaknya, gue gak kuat kalo nunggu seminggu dua minggu gak denger suara nyokap.
bibi sayang mama…


Jatinangor, 6 September 2013
11:05 PM

Senin, 12 Agustus 2013

Penantian

Malam ini, Jatinangor tidak seperti malam-malam biasanya. Begitu dingin dan sepi, lebih dingin dan sepi daripada malam-malam sebelumnya. Padahal seharian ini tidak hujan, tapi dinginnya mala mini benar-benar menusuk hingga ke tulangku. Dan sangat sepi. Satu per satu teman-teman kosanku mulai mengosongkan kamarnya. Kembali ke pangkuan tanah kelahiran masing-masing. Tinggallah aku yang masih bertahan di sini dan ditemani oleh laptop dan televisi yang gambarnya tidak jelas.

Tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Ada sebuah pesan dari temanku yang juga masih bertahan di kota ini. Dia mengajakku untuk berbuka puasa bersama esok hari. Ajakan itu tentu aku indahkan, karena aku sudah bosan buka puasa sendirian setiap harinya. Maka kami berjanji untuk bertemu di depan gedung C ketika kami sama-sama selesai dengan kuliah esok hari yang kebetulan selesai pada jam yang sama. Ajakan itu membuatku tidak sabar untuk menanti datangnya hari esok. Bahkan aku tidur lebih awal agar malam ini segera berakhir. Mungkin itu karena teman yang mengajakku itu adalah seseorang yang aku suka. Tentu saja itu menjadi hal yang sangat berkesan bagiku untuk menjalankannya.

Hari ini tiba juga! Aku yang tidak biasanya sesemangat ini untuk mengikuti perkuliahan apalagi dalam keadaan sedang berpuasa seperti ini menjalankan perkuliahan dengan sangat berseri-seri. Ruangan kelas yang sebenarnya sempit dan pengap karena banyaknya jumlah mahasiswa di dalamnya seperti tidak menjadi masalah untukku. Selama perkuliahan pun aku tidak henti-hentinya tersenyum membayangkan aku yang nantinya akan berbuka puasa dengan seseorang yang aku suka.

Mataku hanya menyapu ke seantero kelas. Ada temanku yang tertidur, ada yang bermain dengan telepon genggamnya, ada yang berbincang-bincang dengan teman di sebelahnya, dan ada juga yang memerhatikan dosen yang sedang menerangkan materi perkuliahan hari itu. Dan aku? Ya, aku masih memerhatikan semua yang ada di sekitarku. Bagaimana jendela yang sudah usang di bagian belakang ruangan itu terbuka dan tertutup karena tertiup oleh angin, lampu-lampu yang mulai redup, kursi yang berdecit karena kaki-kaki mahasiswa yang usil, dan lain sebagainya.

Sampai pada saatnya perkuliahan hari itu selesai. Aku yang sangat bersemangat segera meninggalkan kelas dan bergegas ke depan gedung C. Aku berjalan setengah berloncat-loncatan menuruni tangga dengan bahagianya. Sesampainya di depan gedung C, aku belum melihat sosok temanku itu. Mungkin dia masih di kelas, aku lihat tadi belum semua kelas yang keluar. Lagi-lagi dengan hati yang senang aku menunggunya di teras abu, sambil menyapu pemandangan sekitar dan bergumam sendirian.

Di belakangku ada sekumpulan mahasiswa yang tertawa dengan kerasnya sambil bermain kartu. Di bangku biru, aku melihat ada sepasang kekasih. Ya mereka terlihat seperti sepasang kekasih dari perlakuan yang mereka lakukan satu sama lain. Mereka bercanda tawa sambil sesekali sang pria mengelus lembut kepala sang perempuan di bangku biru. Di sudut yang lain aku melihat ada yang tiduran di bangku biru tanpa memikirkan di sekitarnya ada orang lain atau tidak. Pemandangan ini berbeda sekali dengan perasaan yang kualami semalam. Hari ini begitu ramai dan bising.

Menit demi menit sudah berjalan begitu banyak dan temanku itu takkunjung terlihat. Kampus yang awalnya ramai dan bising perlahan menjadi sepi dan hening. Aku yang dari tadi sengaja tidak menghubungi dia karena takut mengganggu dia yang sedang berkuliah akhirnya menghubunginya. Dan apa yang terjadi? Ternyata dia tidak masuk kuliah karena pagi tadi mendadak badannya meriang. Dia tidak memberi tahu karena dia sendiri juga baru bangun karena setelah dia minum obat dia tertidur.

Aku tidak bisa memarahinya karena telah membuatku menunggu sendirian selama itu. Akhirnya aku memutuskan untuk membeli buah-buahan untuknya, juga makanan untukku sendiri dan berbuka puasa di kosannya. Aku meninggalkan kosan dengan perasaan yang sedikit kesal tapi juga cemas dengan keadaannya. Angin yang masih bertiup dengan kencang menemani perjalananku menuju kosannya.

Antara Aku, Monitor, dan Kamu

Penantian ini bermula pada awal tahun 2013. Tepatnya pada tanggal 20 Januari. Aku berkenalan dengan seseorang lewat dunia maya. Entah hal apa yang membuatku yakin pada perkenalan ini. Tanpa sadar, aku dan dia yang kuketahui bernama Dimas selalu berhubungan lewat dunia yang mempertemukan kami berdua sampai detik ini.
Sekarang tanggal 20 Juli 2013. Aku berada di sebuah café untuk menanti kedatangan Dimas. Ya, setelah lebih dari 7 bulan kami hanya bertegur sapa lewat dunia maya, akhirnya Dimas memutuskan untuk bertemu secara langsung denganku. Rasa senang dan gugup bercampur aduk. Pikiran-pikiran mengenai bagaimana pertemuan pertama kami nanti mulai berterbangan di otakku. Apakah Dimas akan senang? Atau dia kecewa? Semua pertanyaan itu masih berkutat di pikiranku.
Aku sudah memesan secangkir coklat panas sembari menanti kedatangan Dimas. Bagaimana caraku mengenalinya? Aku dan dia sudah berjanji akan menggunakan baju dengan warna yang sama, yaitu biru. Dan tambahan Dimas meletakkan setangkai mawar merah di saku kemejanya dan aku yang mengenakan gelang berwarna merah. Aku memerhatikan sekeliling. Untungnya tidak ada yang menggunakan aksesoris yang sama denganku, antisipasi agar Dimas tidak menghampiri orang yang salah.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.15. Aku sudah berada di café yang kami sepakati untuk bertemu dari 10 menit yang lalu. Lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Mungkin karena aku terlalu antusias bertemu dengan Dimas. Mungkin juga karena rumahku tidak begitu jauh dari tempat kami bertemu. Sambil menunggu, sesekali aku mengingat-ingat hal apa saja yang membuatku bisa betah berhubungan dengan Dimas. Lamunanku terbang ke awal tahun 2013.
Aku duduk termenung di kamar yang sudah gelap. Antara mengantuk tapi tetap ingin terjaga di depan komputer. Tanganku sibuk memainkan mouse ke sana ke mari. Dengan isengnya aku memasuki sebuat situs obrolan. Baru saja aku masuk ke situs tersebut, ada sebuah chat yang masuk dengan nama “Dimas Permana”.
Dimas: halo, siapa di sana? :p
Febrina: halo juga, di sini ibep hehe
Dimas: hoooo panggilannya Ibep ya? Hahaha gue Dimas :)
Febrina: iya hehe biar akrab panggil Ibep aja ;) salam kenal Dimas :D 
Berawal dari perkenalan yang biasa itu aku dan Dimas mulai sering berinteraksi. Kami memutuskan bertukar akun pribadi agar dapat lebih mudah berinteraksi. Aku dan Dimas memiliki kesamaan. Sama-sama menyukai Bruno Mars. Saat berbincang-bincang, 50 persen dari perbincangan kami hanya membicarakan Bruno Mars. 50 persen lagi berbincang tentang bagaimana kehidupan masing-masing.
Aku sangat suka cara Dimas berbincang denganku. Meskipun hanya lewat kata-kata, aku bisa memastikan bahwa Dimas adalah pria yang memperlakukan perempuan dengan sangat baik. Dia selalu bertanya apakah aku sudah makan atau belum, sudah salat atau belum, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang membuatku sangat senang.
Sampai pada suatu saat, Dimas mengatakan bahwa dia ingin bertemu denganku. Dia mengatakan pada bulan Juli dia akan ke kotaku untuk bertemu dengan temannya. Jadi dia meluangkan waktunya untuk sekalian bertemu denganku. Hal itu langsung aku setujui karena aku juga sangat ingin bertemu dan berbincang-bincang langsung dengannya. Tidak lagi dihalangi oleh monitor. Dan kami pun telah menyetujui tempat, waktu, dan pakaian yang akan kami gunakan, antisipasi jika kami tidak mengenali wajah satu sama lain.
Dan di sinilah aku sekarang. Masih menyeruput dengan perlahan coklat panas yang sudah kupesan sambil sesekali melihat ke arah pintu masuk café. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.45. Aku belum melihat satupun pria yang mengenakan pakaian seperti yang seharusnya digunakan oleh Dimas. Aku yang dari tadi tidak melihat telepon genggam yang berada di dalam tas, mengambil telepon genggam dan melihat apakah ada pesan dari Dimas.
Aku melihat ada lebih dari 1 pesan yang ternyata semuanya dari Dimas. Ternyata Dimas dari pukul 12 tadi sudah mengirimkan pesan bahwa dia tidak bisa datang menemuiku hari itu karena tiba-tiba dia harus ke Amerika. Dimas memiliki kakak yang tinggal di Amerika dan kakaknya meninggal sehari sebelum pertemuan kami, Dimas yang sangat terkejut langsung berangkat ke Amerika dan lupa memberitahuku. Aku tidak bisa memarahinya karena dia pasti sangat terkejut sampai-sampai tidak bisa berpikir untuk memberitahuku terlebih dahulu. Aku hanya bisa mengatakan turut berduka cita. Lalu Dimas berjanji suatu saat mereka akan bertemu.

Minggu, 28 Juli 2013

Aku, Hujan, dan Kamu

malam itu aku pulang dalam keadaan basah kuyup. aku memilih untuk menerjang hujan deras agar segera tiba di rumah. aku berlari sekuat tenaga karena hujan yang awalnya turun perlahan turun dengan begitu derasnya.

ketika aku hampir tiba di rumah, hujan perlahan telah berhenti. aku melihat ada 2 orang perempuan yang sedang mengendarai sepeda dan 1 orang pria yang mengendarai motor di dekat rumahku. aku mengenal 3 orang itu. dan aku sangat mengenal pria tersebut. dia adalah Azka. pria yang pernah sangat dekat denganku. bukan, bukan dekat dalam arti dia dan aku punya hubungan khusus, tapi kami bersahabat. tapi aku tidak tahu apakah dia juga menganggapku sahabat atau bukan. sebab sejak dia pindah ke luar kota, kami jadi jarang berkomunikasi lagi. tapi aku masih menganggapnya sahabat sampai aku menyadari bahwa aku jatuh cinta padanya.

ketika aku berhenti untuk melihat Azka dan 2 orang perempuan itu, mereka sempat berhenti. aku bisa melihat dari mata 2 orang perempuan itu yang juga tahu kalau aku dan Azka adalah teman dekat mereka mengharapkan Azka menghampiriku. tapi Azka yang hanya melihatku beberapa detik kemudian menggas kembali motornya dan pergi. aku terkejut. aku tidak mengira dia akan sedingin itu padaku. bahkan tersenyum padaku pun tidak.

mereka bertiga sudah pergi. aku pun berjalan lemas ke rumahku. aku bingung kenapa Azka melakukan hal itu kepadaku. aku melepaskan tas dan sepatuku di depan rumah lalu berjalan gontai masuk ke rumah.belum sempat aku masuk, aku mendengar suara motor berhenti di depan rumahku. aku menoleh dan mendapatkan Azka telah berada di depan rumahku.
 "kamu abis ngapain sih ampe basah kuyup gitu?" tanyanya dengan ramah.
"emang kamu peduli?" balasku dan kemudian berbalik hendak masuk rumah.
"maaf, aku gak bermaksud ninggalin kamu tadi. maafin aku. jangan tinggalin aku." lalu dia memungut barang-barang yang aku tinggalkan tadi.

ternyata telepon genggamku terjatuh saat aku melepaskan tas dan sepatuku tadi. Azka memungut telepon genggamku kemudian mengusapnya ke kemejanya lalu menaruhnya di atas meja di depan rumahku. sebelum dia meletakkan telepon genggam itu, dia sempat mencium telepon genggam itu terlebih dahulu. aku tidak mengerti apa maksudnya. ya, itulah Azka. dia aneh, menyebalkan, tapi selalu bisa menyenangkan hatiku. aku yang masih memerhatikan dia dari depan pintu rumah perlahan mulai tersenyum dengan prilaku manis yang dilakukannya.

kemudian Azka mengambil tasku. dikeluarkannya satu per satu isi dalam tasku dan memeras tasku agar air yang ada di dalam tasku keluar. dia juga meletakkan sepatuku di depan rumah. setelah selesai, dia menghampiriku.
"hey, jangan hujan-hujanan lagi ya. kalo kamu sakit, aku khawatir. aku pulang dulu ya." dia memegang pipiku ketika mengatakan hal manis itu dan meninggalkanku sambil tersenyum.

ketika dia mulai meninggalkan rumahku, aku sempat berteriak memanggilnya. tapi sepertinya dia tidak mendengarnya. aku belum sempat berterima kasih. aku terlalu terpesona bagaimana dia memperlakukanku tadi. aku kesal sendiri. rasanya tadi aku sangat ingin memeluknya. aku belum pernah memeluknya. padahal dulu kami cukup dekat tapi aku tidak memiliki kesempatan untuk memeluknya. ya sudahlah, aku yang salah. kenapa aku malah mematung ketika dia sudah ada di depan mataku dan momennya sangat tepat jika aku memang benar ingin memeluknya. ah!

aku pun masuk ke kamar untuk mengganti baju dengan sweater yang lebih hangat. baru saja aku selesai mengenakan sweater, ada pesan masuk di telepon genggamku. ternyata dari Azka.
"keluar dong :)"

aku kaget! aku segera berlari keluar untuk membuktikan apakah benar dia ada di depan rumahku lagi atau tidak. dan kali ini aku berniat untuk berterima kasih dan memeluknya. ketika aku membuka pintu, aku sangat terkejut. ya, memang ada Azka di depan rumahku, tapi bukan hanya itu yang membuatku terkejut. Azka di depan rumahku tanpa menggunakan kemeja yang tadi digunakannya! apa ini maksudnya?! kemudian dia tersenyum dan berkata.
"kamu, satu-satunya cewe yang bikin aku deg-degan parah pas aku berada di dekat kamu. aku belum pernah ngerasain ini ama cewe-cewe lain. bodohnya aku selama ini gak nyadar ada kamu di dekat aku. kamu mau bukti?"
"bukti apa?" aku bingung dan tiba-tiba Azka menarik lembut aku ke dalam pelukannya.

aku yang awalnya ingin memeluknya tapi ternyata dia yang melakukannya duluan. ah, aku merasa sangat nyaman berada di pelukannya. begitu hangat.
"kamu denger kan? degup jantung aku jadi gak nyantai gini kalau di dekat kamu. kamu mau kan ngelanjutin hidup kamu bareng aku?" Azka menanyakan pertanyaan yang sudah lama aku tunggu-tunggu.
"iya, aku denger. denger banget. aku juga gitu kok. karena aku sayang kamu. kamunya aja yang ga peka." aku makin memeluk erat Azka yang ternyata memiliki perasaan yang sama denganku.

aku membantu Azka mengenakan kembali kemejanya. kasian, malam itu sangat dingin. aku menyuruhnya pulang karena malam semakin larut. dia berjanji akan kembali di pagi hari nanti dan aku mengiyakan perkataannya. aku mengantarkannya sampai ke motornya. sesaat dia hendak meninggalkanku, tiba-tiba dia mendaratkan bibirnya dengan lembut di keningku. aku hanya bisa tersenyum dan menahan air mata bahagiaku.

ternyata perjuanganku selama ini terbalaskan. aku yang sempat sedih karena mengira dia melupakanku dan tidak menganggapku sahabat ternyata dia menganggapku lebih dari itu. mataku masih merekat erat padanya hingga Azka hilang dari pandanganku. terima kasih, semesta.

Selasa, 21 Mei 2013

cerita lama

sebenarnya udah lama pengen cerita ini. tapi gue malu buat ceritain ini semua. buat ke temen-temen juga gue malu ngomongnya.
ini cerita gue dengan senior gue di kampus. awalnya gue kenal ama dia karena dia pernah ngulang salah satu mata kuliah dan masuk kelas gue. dia pernah ngesms gue nanyain soal ujian. udah, berhenti sampai di situ. setahun kemudian, saat gue udah punya bb, gue nge-invite anak-anak gelanggang, termasuk dia. selesai. trus dia mulai sering nge-bbm gue sejak dia memenangkan lomba yg gue jadi panitia lomba yg dia ikuti. waktu itu terjadi sedikit masalah antara panitia dengan dia. dia cerita ke gue kalo perjanjian hadiahnya gak sesuai. lalala yeyeye. sejak saat itu, dia jadi sering banget nge-bbm gue. padahal waktu itu dia masih berstatus mempunyai pacar. gue sempet nanya ke dia, maksud dia sering banget nge-bbm gue dan seperti perhatian banget ke gue itu apa, padahal kan dia punya pacar, eh dia malah bilang "ya profesional aja sih". gue sempet kesel banget kan dia bilang gitu. sialan, gue tau gue anaknya cuek dan gak kaya' cewek-cewek biasanya, tapi gue tetap cewek yg punya perasaan yg bisa sakit kalo di-php-in gitu.
ya, mungkin gue yg salah juga kali ya. gue terlalu ngarep lebih. tapi, coba pikir aja ya, gue bbm-an ama dia bisa dibilang dari bangun tidur ampe gue tidur lagi. gimana coba gue ga mikir yg macem-macem. setelah itu, dia udah jarang bahkan hampir ga pernah lagi nge-bbm. dan ternyata itu cuma bertahan beberapa minggu, abis itu dia sering lagi bbm gue. trus bbnya dia kan sempet ilang gitu. nah udah tuh, kita ga pernah komunikasi lagi. eh, dia malah sering banget nongol di chat fb. setiap gue ol, dia pasti ngechat gue. saat itu dia udah gak punya pacar (katanya). gue mikir, yaudalah gapapa gue deket ama dia. bodo amat ah dia niatnya gimana juga, gue bilang ke diri gue aja, "jangan ngarep lagi, bep, inget dia pernah bilang hal yg udah bikin lo sakit hati. lo boleh deket, tapi kali ini jangan mikir yg macem-macem." yauda, gue ladenin aja.
sampai pada saat gue bilang gue abis nonton film sendirian. trus dia bilang, "kenapa gak ngajakin gue?" gue bilang aja, "gimana ngajaknya?" trus dia bilang, "oiya, bb gue udah ilang ya. yauda sms aja. nomer lo berapa? yg ini bukan?" dia nyebutin nomer gue yg masih dia simpen sejak gue semester 1. dan akhirnya gue ngasih nomer gue saat itu. setelah itu, gue udah gak chatting via fb lagi ama dia, kita beralih ke whatsapp.
dan masih tetap intens dia menghubungi gue. pas wasapan, dia pernah beberapa kali mengganti "gue" dengan "aku", trus dia sering ngirimin foto kalo dia lagi melakukan sesuatu. seperti waktu itu dia ngirim foto suasana dia lagi rapat, trus waktu lagi nongkrong, dia lagi mainin apa di hapenya, dan banyak lagi. oiya, waktu dia masih pake bb, dia juga pernah bikin gambar dan ngirim ke gue. tiba-tiba, dia bikin gambar cewe trus ada nama guenya dan ada tulisan "never ending story". gue gak ngerti apa itu maksudnya.
dia juga pernah nelpon gue. gara-garanya dia diminta buat ngisi acara di kampus. gue ngasih tau ke dia, eh dia bilang, "aku nelpon kamu ya?" trus gue bilang, "yauda telpon aja" dan beneran dia nelpon. gue yg posisinya lagi rapat di gelanggang, buru-buru keluar. tapi pas nelpon mah dia pake "gue" lagi. cupu banget kan? berani "aku" cuma pas lagi wasapan doang zzzz
akhirnya dia jadi ngisi acara itu. dia berangkat ke nangor sehari sebelum acara. berangkatnya malem dari jakarta. malemnya pas dia nyampe nangor, dia ngesms gue: udah nyampe :D. tapi ama gue gak dibales karena waktu itu dia sempet ngilang lagi dan gue ceritanya pundung. eh pas acara, yg nyebelinnya, gue bolak-balik di depan dia, tapi dia diem aja. huh! yg gue keselin dari dia tuh, dia cupu banget! cupu parah! dia tuh kalo ketemu gue kaya' stranger. ga ngobrol sama sekali, ga nyapa juga! ya, gue gak ngarep sih, cuma buat nyapa aja susah amat kaya'nya. rrrrrrrrrrrrr! ampe gue pernah nanya ke dia, "kok kita kalo ketemu kaya' orang ga kenal ya? aneh. eh aneh apa lucu ya?" eh malah dia jawab, "lucu aja deh, kalo aneh gak enak." malah dijawab beneran lah. gue kan cuma pengen dia jawab kenapa itu bisa terjadi aaaaaaargh!
gue inget lagi kejadian pas mau ke sekolah alam. ini puncaknya gue kesel parah ama dia. jadi sebelum berangkat, dia sempet ngewasap gue gini, "bep, kalo gue culik ke kickfest, mau gak?" gue mikir, yakin lo mau nyulik gue, ngajak gue ngobrol aja gak berani zzzzz trus gue balesnya gini, "yah, gue mau dateng lebih dulu ke cimalaka, mau bantuin anak-anak 2011" dan akhirnya gak jadi kan. nah akhirnya ketemu tuh di cimalaka. gue, duduk di belakang dia, dan dia gak nyapa gue sama sekali. dan dia, malah ngobrol, ama temen gue, yg duduknya, di sebelah gue. temennya dia, yg duduk di sebelah dia, padahal ngobrol, ama gue. kampret gak tuh? mau dia apa sih sebenarnya? 
sepulangnya dari cimalaka, dia ngesms gue. tapi smsnya gak ada yg gue waro. di twitter, gue ngetweet kalo gue sakit gara-gara begadang pas di cimalaka. dan entah kebetulan atau tweet itu ditujukan buat gue, dia ngetweet gini, "kamu sakit apa? cepat sembuh ya" dan dia ngetweet seperti ngewaro setelah gue ngetweet itu gak sekali doang. makanya gue makin gak ngerti ama dia.
sampai pada akhirnya, gue memutuskan untuk benar-benar gak peduli lagi ama dia. gue nge-unfriend dan nge-unfollow dia. dan baru-baru ini dia nge-unfollow gue juga. kaya'nya sih, sekarang dia udah punya pacar. ya, gue ikut seneng aja. semoga dia bahagia. semoga dia gak dateng-dateng lagi dalam hidup gue. tapi terima kasih, lo udah pernah bikin gue mempunyai seseorang yg perhatian ama gue. terima kasih buat gambar-gambarnya. selamat tinggal.

Jumat, 04 Januari 2013

berbekas

pasti enak rasanya kalau kita bisa dengan mudah mengutarakan apa saja yang sedang kita rasakan. pasti tiap hari seperti tidak ada beban yang dipikul. tidak usah menyembunyikan perasaan enak atau tidak kepada sesuatu atau bahkan seseorang. aku ingin jujur ke orang yang sedang menyakitiku. aku ingin bilang bahwa aku sakit karenanya. sakit karena perlakuannya. sakit karena perhatiannya. dan ingin bertanya, "kenapa aku harus mengenalmu?" ingin sekali rasanya.
tapi aku tidak berdaya mengatakan itu semua. aku terlalu kuat untuk menyimpan itu semua. sendirian. entah kapan aku bisa jujur kalau dirimu telah menyakitiku begitu dalam. sakit itu berbekas. sampai saat ini. sampai aku menulis tulisan ini.